-
Organisasi
Sehat dan Organisasi Berhasil
Manusia
merupakan makhluk sosial, tidak dapat hidup sendiri. Manusia pasti membutuhkan
orang lain untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Salah satu wadah yang bisa
membantu manusia dalam memenuhi kebutuhannya adalah organisasi.
Organisasi
berasal dari kata organum (Latin) dan organom (Yunani) yang
berarti alat, anggota, bagian, atau badan. Secara sederhaan, organisasi
merupakan kumpulan orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan
tertentu.
A. Organisasi
yang Sehat
Organisasi
yang sehat adalah organisasi yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
Organisasi
harus memiliki anggota yang jelas identitas dan kuantitasnya; Saat ini, setiap
organisasi yang modern pasti menuntut para anggotanya memiliki KTA (kartu tanda
anggota), agar tidak timbul ”romli” atau “rombongan liar” yang merupakan
kumpulan dari ”talap” alias “anggota gelap” dari sebuah ”OTB” singkatan dari
“organisasi tanpa bentuk”.
Organisasi
harus memiliki pula identitas yang jelas tentang keberadaannya dalam
masyarakat; Artinya, jelas di mana alamat kantornya. Tampak pula aktivitas
sehari-hari kantor tersebut dalam menjalankan roda organisasi. Ada pula nama,
lambang, dan tujuan organisasi yang termuat dalam AD (anggaran dasar) dan ART
(anggaran rumah tangga). Demikian pula struktur organisasinya. Masih banyak
lagi yang bisa membuktikan keberadaan organisasi itu di mata masyarakat. Jika
identitas tak jelas, maka jangan salahkan masyarakat bila menaruh curiga
terhadap organisasi itu.
Organisasi
harus memiliki pemimpin serta susunan manajemen yang juga jelas pembagian
tugasnya; Masing-masing bagian, divisi, maupun seksi juga aktif memainkan
perannya. Tidaklah bagus ketika suatu organisasi yang terlihat aktif hanyalah
ketuanya saja. Ini sangat ganjil dan bisa disebut ”sakit parah”, bahkan tampak
seperti pertunjukan sirkus one man show dalam manajemen organisasi
itu.
Dalam
setiap aktivitas organisasi harus mengacu pada manajemen yang sehat; Misalnya,
ada tiga tahapan dalam menjalankan roda organisasi, yaitu planning (perencanaan), action (pelaksanaan), dan evaluation(penilaian).
Ketiga tahapan itu selalu dimusyawarahkan dan melibatkan sebanyak mungkin
anggotanya, terutama saat melewati tahap action. Dalam manajemen itu, yang
juga harus mendapat perhatian serius adalah administrasi. Surat bernomor, kop
surat, dan ciri-ciri administrasi lainnya yang lazim ada di sebuah organisasi.
Organisasi
harus mendapat tempat di hati masyarakat sekitarnya; Artinya, organisasi itu
dirasakan benar manfaatnya bagi masyarakat. Maka, kegiatan organisasi dituntut
untuk mengakar kepada kebutuhan anggota khususnya, bahkan untuk masyarakat di
sekelilingnya.
B. Organisasi
Berhasil
Seorang
gadis desa murung karena dipaksa menikah dengan pemuda pilihan orangtuanya yang
sebetulnya tidak ia sukai. Hatinya sebenarnya sudah tertambat pada pemuda lain,
pemilik warung kecil di ujung desa. Namun, orangtuanya berpikiran lain. Pilihan
mereka adalah pemuda yang sudah bekerja di kota, karyawan perusahaan swasta,
kelihatan makmur. Sekian tahun kemudian, ternyata si anak yang benar. Warung
kecil itu sudah berubah, selain menjual berbagai kebutuhan serba ada, juga jadi
penyalur gas, wartel, rental VCD, dan pemiliknya sudah menjadi orang paling
kaya di desa itu. Sedangkan menantu pilihan orangtua sudah sekian tahun
menganggur karena terkena PHK.
Cerita
di atas menggambarkan kepada kita bahwa sering kali kita slah mengukur
keberhasilan atau potensi keberhasilan seseorang. Kalau demikian bagaimana kita
akan mengukur keberhasilan organisasi yang lebih besar dan bersifat
multidimensi?
Pada
awalnya, banyak orang yang berpikir bahwa mengukur keberhasilan organisasi
sederhana saja, yaitu apa yang menjadi output organisasi dan sejauh
mana organisasi sanggup mencapai sasarannya dalam menghasilkan output tersebut.
Kalau sasaran tercapai berarti organisasi berhasil, kalau sasaran tidak
tercapai berarti organisasi tidak berhasil. Ini dinamakan dengan pendekatan
sasaran.
Jika
kita pahami cara yang demikian memiliki banyak jebakan. Seperti contoh, mungkin
saja ada perusahaan dianggap buruk karena sebagian besar keuntungannya ternyata
digunakan untuk investasi memperkuat fungsi pemasaran, sementara di perusahaan
lain sepenuhnya dianggap keuntungan sehingga dianggap lebih berhasil karena
jumlah atau persentasenya lebih besar. Sekian tahun kemudian perusahaan pertama
ternyata unggul, sedangkan yang kedua terpuruk.
Kondisi
yang lebih sulit lagi ialah jika kita akan membandingkan keberhasilan beberapa
organisasi. Apalagi jika yang akan dibandingkan adalah organisasi-organisasi
yang jenis outputnya berbeda. Tetapi, kondisi sulit ini justru memunculkan
gagasan baru. Suatu saat disadari bahwa ada organisasi yang output-nya
berbeda tetapiinput-nya sama. Seperti tukang roti dan tukang cakwe, outputnya
jelas berbeda tetapi inputnya sama-sama terigu. Selanjutnya terpikir bahwa
perusahaan yang kuat mestinya mempunyai posisi tawar yang lebih baik (dibanding
perusahaan yang kembang-kempis) terhadap pemasok bahan baku.
Perusahaan
yang kuat barangkali diizinkan berutang, diberi harga yang lebih rendah, dsb.
Dengan demikian sesungguhnya kemampuan memperoleh input ini bisa
dianggap sebagai keberhasilan ataupun kekuatan organisasi. Maka muncul gagasan
untuk menggunakan pendekatan input, yaitu mengukur keberhasilan
organisasi dari kemampuannya mendapatkan input, terutama yang langka
ataupun mahal.
Selanjutnya,
terpikir lagi masalah baru, bagaimana membandingkan keberhasilan organisasi
yang jenis inputmaupun output-nya berbeda? Diukur dengan pendekatan
sasaran maupun pendekatan input mestinya tidak pas karena input dan output-nya
berbeda.
Dari
kalangan psikologi, muncul asumsi bahwa jika karyawan atau anggota organisasi
merasa senang dalam menjalankan tugasnya, mereka akan bekerja dengan giat
dan baik, sehingga akan membuat organisasi lebih berhasil. Dengan dasar asumsi
itu kemudian muncul pendekatan proses internal yang berarti
keberhasilan organisasi diukur dari kepuasan kerja dari para anggotanya.
Namun
kemudian, orang mulai tidak puas dengan ketiga cara itu. Hal ini disebabkan
masing-masing pendekatan hanya mengukur satu sisi saja dari keberhasilan
organisasi. Pendekatan sasaran hanya memperhatikan keberhasilan organisasi
dalam usaha mencapai sasarannya, pendekatan input hanya tertarik pada
keberhasilan organisasi dari sisi suplai, pendekatan proses internal hanya
mempertimbangkan kebahagiaan anggota organisasi.
Seringkali
pendekatan seperti ini keliru. Suatu organisasi bisa dikatakan berhasil bila
dilihat dari satu pendekatan, tetapi belum tentu bisa dikatakan berhasil bila
dilihat dari pendekatan yang lain.
Karena
berbagai kekurangan tersebut, muncullah kombinasi dari ketiga pendekatan
terseabut, sehingga kekurangan pendekatan yang satu bisa ditutup oleh kelebihan
pendekatan yang lain. Pendekatan ini dikenal dengan pendekatan
integratif. Pendekatan integratif tidak secara spesifik mengukur
keberhasilan organisasi, tetapi mencoba mendapat gambaran mengenai kondisi dari
berbagai aspek yang terdapat dalam sebuah organisasi, sehingga keluarannya
adalah gambaran mengenai profil organisasi. Selanjutnya, penafsiran terhadap
profil itulah yang akan menggambarkan keberhasilan organisasi. Sekarang ini,
pendekatan integratif lebih dikenal (popular) dengan nama balanced
scorecard.
Contoh
pendekatan integratif ini adalah sebuah organisasi yang memiliki beberapa pihak
yang berkepentingan dari organisasi tersebut, misalnya pemilik, karyawan,
konsumen, bank yang memberikan kredit, komunitas, pemasok, pemerintah. Bagi
para pemilik, perusahaan dianggap bagus apabila sanggup memberikan keuntungan
finansial yang besar ke kantong mereka. Untuk karyawan, perusahaan dianggap
bagus apabila mampu memberikan kepuasan kerja, imbalan yang memadai, dan pengawasan
yang “pas”. Konsumen menilai keberhasilan perusahaan dari mutu produk ataupun
jasa yang dihasilkan.
Dari
uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa keberhasilan suatu organisasi
dapat dilihat dari beberapa aspek, tergantung dari sisi mana kita akan menilai
keberhasilan tersebut. Beberapa pendekatan pengukuran keberhasilan di antaranya
yang telah dijelaskan ialah melalui pendekatan sasaran, pendekatan input,
pendekatan proses internal, dan pendekatan integratif.
Yang
perlu diperhatikan ialah bahwa apabila suatu organisasi ingin berhasil
haruslah memiliki competitive advantage (keunggulan kompetitif).
Untuk mencapai keunggulan kompetitif itu, tiap organisasi harus siap untuk
berubah. Dan untuk menjalani perubahan tersebut, tiap organisasi harus memiliki
agen perubahan (orang-orang yang siap, mau, dan memiliki semangat untuk
menjalankan perubahan).
C. Pengembangan
Organisasi yang Sudah Dikatakan Berhasil
Setiap
organisasi, baik yang sudah dikatakan berhasil ataupun belum perlu melakukan
pengembangan organisasi. Hal ini dikarenakan dengan pengembangan organisasi
dapat menciptakan keharmonisan hubungan kejra antara pimpinan dengan staf
anggota organisasi, menciptakan kemampuan memecahkan persoalan organisasi
secara lebih terbuka, menciptakan keterbukaan dalam berkomunikasi, dan
merupakan semangat kerja para anggota organisasi dan kemampuan mengendalikan
diri.
Cara
yang dapat dilakukan untuk mengembangkan organisasi, baik yang sudah berhasil
ataupun belum pada umumnya adalah sama. Hanya saja lingkupnya yang berbeda.
Organisasi yang dikatakan berhasil tentu memiliki lingkup pengembangan yang
lebih besar dan luas dari organisasi yang belum berhasil. Cara-cara atautahap-tahap
penerapan pengembangan organisasi adalah sebagai berikut:
Tahap
pengamatan sistem manajemen atau tahap pengumpulan data; Dalam tahap ini perlu
diamati sistem dan prosedur yang berlaku di organisasi termasuk elemen-elemen
di dalamnya seperti struktur, sumber daya manusia, peralatan, bahan bahan yang
digunakan dan bahkan keuangannya. Data utama yang diperlukan adalah :
(1) Fungsi utama tiap unit organisasi, (2) Peran masing
masing unit dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi, (3)
Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan tindakan dalam masing-masing
unit, dan (4) Kekuatan dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku
antar kelompok dan antar individu dalam organisasi.
Tahap
diagnosis dan umpan balik; Dalam tahap ini kualitas pengorganisasian serta
kegiatan operasional masing-masing elemen dalam organisasi dianalisis dan dievaluasi
. Ada beberapa kriteria yang umumnya digunakan dalam mengevaluasi kualitas
elemen-elemen tersebut, di antaranya: (1) Kemampuan beradaptasi;
yaitu kemampuan mengarahkan kegiatan dan tenaga dalam memecahkan masalah yang
dihadapi, (2) Tanggung jawab; kesesuaian antara tujuan individu dan
tujuan organisasi, (3) Identitas; kejelasan misi dan peran masing
masing unit, (4) Komunikasi; kelancaran arus data dan informasi
antar-unit dalam organisasi, (5) Integrasi; hubungan baik dan
efektif antar-pribadi dan antar-kelompok, terutama dalam mengatasi konflik dan
krisis, dan (6) Pertumbuhan; iklim yang sehat dan positif, yang
mengutamakan eksperimen dan pembaruan, serta yang selalu menganggap
pengembangan sebagai sasaran utama.
Tahap
pembaruan dalam organisasi; Dalam tahap ini dirancang pengembangan organisasi
dan dirumuskan strategi memperkenalkan perubahan atau pembaruan. Strategi ini
bertujuan meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara mengoreksi kekurangan
serta kelemahan yang dijumpai dalam proses diagnostik dan umpan balik.
Mengingat bahwa setiap perubahan yang diperkenalkan akan mempengaruhi seluruh
sistem dalam organisasi, bahkan mungkin akan mengubah sistem distribusi
wewenang dan struktur organisasi, rancangan strategi pembaruan harus didiskusikan
secara matang dan mendapat dukungan penuh pimpinan puncak.
Tahap
implementasi pembaruan; Tahap akhir dalam penerapan pengembangan organisasi
adalah pelaksanaan rencana pembaruan yang telah digariskan dan disetujui.
Kegiatan implementasi perubahan meliputi : (1) Perubahan struktur, (2)
Perubahan proses dan prosedur, (3) Penjabaran kembali secara jelas tujuan serta
sasaran organisasi, dan (4) Penjelasan tentang peranan dan misi masing-masing
unit dan anggota dalam organisasi
contoh Organisasi Ciri-ciri
Organisasi Sehat ,Tepat,dan Sempurna
ORGANISASI
POSYANDU
Pos
Layanan Terpadu (Posyandu) didirikan oleh masyarakat untuk memberikan layanan
terpadu kepadawarga masyarakatnya, khususnya kesehatan balita. Kegiatan di
posyandu meliputi pemeriksaan kesehatanbayi, penimbangan bayi, pemberian
makanan tambahan, dll.
Pos
Pelayanan Keluarga Berencana - Kesehatan Terpadu (Posyandu) adalah kegiatan
kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang
dibantu oleh petugas kesehatan. Jadi, Posyandu merupakan kegiatan swadaya dari
masyarakat di bidang kesehatan dengan penanggung jawab kepala desa. A.A. Gde
Muninjaya (2002:169) mengatakan : ”Pelayanan kesehatan terpadu (yandu) adalah
suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah
kerja Puskesmas. Tempat pelaksanaan pelayanan program terpadu di balai dusun,
balai kelurahan, RW, dan sebagainya disebut dengan Pos pelayanan terpadu
(Posyandu)”. Konsep Posyandu berkaitan erat dengan keterpaduan. Keterpaduan
yang dimaksud meliputi keterpaduan dalam aspek sasaran, aspek lokasi kegiatan,
aspek petugas penyelenggara, aspek dana dan lain sebagainya. (Departemen
kesehatan, 1987:10).
Posyandu
dimulai terutama untuk melayani balita (imunisasi, timbang berat
badan) dan orang lanjut usia (Posyandu Lansia), dan lahir melalui suatu Surat
Keputusan Bersama antara Menteri Dalam Negeri RI (Mendagri),
Menteri Kesehatan (Menkes)
RI, Kepala Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Ketua Tim Penggerak (TP)
Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan dicanangkan pada sekitar tahun 1986. Legitimasi keberadaan
Posyandu ini diperkuat kembali melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah tertanggal 13
Juni 2001 yang antara lain
berisikan “Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu” yang antara lain meminta
diaktifkannya kembali Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) Posyandu di semua
tingkatan administrasi pemerintahan. Penerbitan Surat Edaran ini
dilatarbelakangi oleh perubahan lingkungan strategis yang terjadi demikian
cepat berbarengan dengan krisis
moneter yang berkepanjangan.
Menurut Depkes tujuan diselenggarakan
Posyandu adalah untuk:
·
Mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran.
·
Mempercepat penerimaan NKKBS.
· Meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan kesehatan dan
lainnya yang menunjang, sesuai dengan kebutuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar