Minggu, 18 Juni 2017

Gaya-Gaya Kepemimpianan



Gaya-Gaya Kepemimpinan
1.Gaya Kepemimpinan Otokratis Gaya ini kadang-kadang dikatakan kepemimpinan terpusat pada diri pemimpin atau gaya direktif. Gaya ini ditandai dengan sangat banyaknya petunjuk yang datangnya dari pemimpin dan sangat terbatasnya bahkan sama sekali tidak adanya peran serta anak buah dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Pemimpin secara sepihak menentukan peran serta apa, bagaimana, kapan, dan bilamana berbagai tugas harus dikerjakan. Yang menonjol dalam gaya ini adalah pemberian perintah. Pemimpin otokratis adalah seseorang yang memerintah dan menghendaki kepatuhan. Ia memerintah berdasarkan kemampuannya untuk memberikan hadiah serta menjatuhkan hukuman. Gaya kepemimpinan otokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan semata-mata diputuskan oleh pimpinan. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan otokratis adalah sebagai berikut: • Wewenang mutlak terpusat pada pemimpin • Keputusan selalu dibuat oleh pemimpin; • Kebijakan selalu dibuat oleh pemimpin; • Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan; • Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahannya dilakukan secara ketat; • Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran pertimbangan atau pendapat; • Lebih banyak kritik dari pada pujian, menuntut prestasi dan kesetiaan sempurna dari bawahan tanpa syarat, dan cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman.
 2.Gaya Kepemimpinan Demokratis Gaya kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Gaya ini kadang-kadang disebut juga gaya kepemimpinan yang terpusat pada anak buah, kepemimpinan dengan kesederajatan, kepemimpinan konsultatif atau partisipatif. Pemimpin kerkonsultasi dengan anak buah untuk merumuskan tindakan keputusan bersama. Adapun ciri-cirinya sebagai berikut: a.Wewenang pemimpin tidak mutlak; b.Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan; c. Keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan; d.Komunikasi berlangsung secara timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun sesama bawahan; e.Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara wajar; f. Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan; g. Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan atau pendapat; Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan dari pada intruksi; h.Pimpinan memperhatikan dalam bersikap dan bertindak, adanya saling percaya, saling menghormati.
 3. Gaya Kepemimpinan Delegatif Gaya Kepemimpinan delegatif dicirikan dengan jarangnya pemimpin memberikan arahan, keputusan diserahkan kepada bawahan, dan diharapkan anggota organisasi dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri (MacGrefor, 2004). Gaya Kepemimpinan adalah suatu ciri khas prilaku seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Dengan demikian maka gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat dipengaruhi oleh karakter pribadinya. Kepemimpinan delegatif adalah sebuah gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pimpinan kepada bawahannya yang memiliki kemampuan, agar dapat menjalankan kegiatannya yang untuk sementara waktu tidak dapat dilakukan oleh pimpinan dengan berbagai sebab. Gaya kepemimpinan delegatif sangat cocok dilakukan jika staf yang dimiliki memiliki kemampuan dan motivasi yang tinggi. dengan demikian pimpinan tidak terlalu banyak memberikan instruksi kepada bawahannya, bahkan pemimpin lebih banyak memberikan dukungan kepada bawahannya.
 4.Gaya Kepemimpinan Birokratis Gaya ini dapat dilukiskan dengan kalimat “memimpin berdasarkan peraturan”. Perilaku pemimpin ditandai dengan keketatan pelaksanaan prosedur yang berlaku bagi pemipin dan anak buahnya. Pemimpin yang birokratis pada umumnya membuat keputusan-keputusan berdasarkan aturan yang ada secara kaku tanpa adanya fleksibilitas. Semua kegiatan hampir terpusat pada pimpinan dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk berkreasi dan bertindak, itupun tidak boleh lepas dari ketentuan yang ada. Adapun karakteristik dari gaya kepemimpinan birokratis adalah sebagai berikut: a.Pimpinan menentukan semua keputusan yang bertalian dengan seluruh pekerjaan dan memerintahkan semua bawahan untuk melaksanakannya; b. Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan melakukan tugas; c.Adanya sanksi yang jelas jika seorang bawahan tidak menjalankan tugas sesuai dengan standar kinerja yang telah ditentukan.
5.Gaya Kepemimpinan Laissez Faire Gaya ini mendorong kemampuan anggota untuk mengambil inisiatif. Kurang interaksi dan kontrol yang dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya ini hanya bias berjalan apabila bawahan memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran cukup tinggi. Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin sedikit sekali menggunakan kekuasaannya atau sama sekali membiarkan anak buahnya untuk berbuat sesuka hatinya. Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan Laissez Faire adalah sebagai berikut: • Bawahan diberikan kelonggaran atau fleksibel dalam melaksanakan tugas-tugas, tetapi dengan hati-hati diberi batasan serta berbagai produser; • Bawahan yang telah berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya diberikan hadiah atau penghargaan, di samping adanya sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang berhasil, sebagai dorongan; • Hubungan antara atasan dan bawahan dalam suasana yang baik secara umum manajer bertindak cukup baik; • Manajer menyampaikan berbagai peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas atau perintah, dan sebaliknya para bawahan diberikan kebebasan untuk memberikan pendapatannya.
6.Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan. Tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya berorientasi kepada tugas. Artinya dengan tugas yang diberikan oleh suatu lembaga atau suatu organisasi, maka kebijaksanaan dari lembaganya ini akan diproyeksikan dalam bagaimana ia memerintah kepada bawahannya agar kebijaksanaan tersebut dapat tercapai dengan baik. Di sini bawahan hanyalah suatu mesin yang dapat digerakkan sesuai dengan kehendaknya sendiri, inisiatif yang datang dari bawahan sama sekali tak pernah diperhatikan.
 7.Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. Tipe kepemimpinan demokratis merupakan tipe kepemimpinan yang mengacu pada hubungan. Di sini seorang pemimpin selalu mengadakan hubungan dengan yang dipimpinnya. Segala kebijaksanaan pemimpin akan merupakan hasil musyawarah atau akan merupakan kumpulan ide yang konstruktif. Pemimpin sering turun ke bawah guna mendapatkan informasi yang juga akan berguna untuk membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan selanjutnya.
 8.Gaya Kepemimpinan Karismatis Kelebihan gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik orang. Mereka terpesona dengan cara berbicaranya yang membangkitkan semangat. Biasanya pemimpin dengan gaya kepribadian ini visionaris. Mereka sangat menyenangi perubahan dan tantangan. Mungkin, kelemahan terbesar tipe kepemimpinan model ini bisa di analogikan dengan peribahasa Tong Kosong Nyaring Bunyinya. Mereka mampu menarik orang untuk datang kepada mereka. Setelah beberapa lama, orang – orang yang datang ini akan kecewa karena ketidak-konsisten-an. Apa yang diucapkan ternyata tidak dilakukan. Ketika diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin akan memberikan alasan, permintaan maaf, dan janji.
9.Gaya Kepemimpinan Diplomatis Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini ada di penempatan perspektifnya. Banyak orang seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi keuntungan dirinya. Sisanya, melihat dari sisi keuntungan lawannya. Hanya pemimpin dengan kepribadian putih ini yang bisa melihat kedua sisi, dengan jelas! Apa yang menguntungkan dirinya, dan juga menguntungkan lawannya. Kesabaran dan kepasifan adalah kelemahan pemimpin dengan gaya diplomatis ini. Umumnya, mereka sangat sabar dan sanggup menerima tekanan. Namun kesabarannya ini bisa sangat keterlaluan. Mereka bisa menerima perlakuan yang tidak menyengangkan tersebut, tetapi pengikut-pengikutnya tidak. Dan seringkali hal inilah yang membuat para pengikutnya meninggalkan si pemimpin.
10.Gaya Kepemimpinan Otoriter Tipe kepemimpinan yang otoriter biasanya berorientasi kepada tugas. Artinya dengan tugas yang diberikan oleh suatu lembaga atau suatu organisasi, maka kebijaksanaan dari lembaganya ini akan diproyeksikan dalam bagaimana ia memerintah kepada bawahannya agar kebijaksanaan tersebut dapat tercapai dengan baik. Di sini bawahan hanyalah suatu mesin yang dapat digerakkan sesuai dengan kehendaknya sendiri, inisiatif yang datang dari bawahan sama sekali tak pernah diperhatikan. Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di pencapaian prestasinya. Tidak ada satupun tembok yang mampu menghalangi langkah pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga mati, tidak ada alasan, yang ada adalah hasil. Langkah – langkahnya penuh perhitungan dan sistematis.Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan kepribadian merah ini. Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga tidak pernah peduli dengan cara. Makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya.
 11.Gaya Kepemiminan Moralis Kelebihan dari gaya kepemimpinan seperti ini adalah umumnya Mereka hangat dan sopan kepada semua orang. Mereka memiliki empati yang tinggi terhadap permasalahan para bawahannya, juga sabar, murah hati Segala bentuk kebajikan ada dalam diri pemimpin ini. Orang – orang yang datang karena kehangatannya terlepas dari segala kekurangannya. Kelemahan dari pemimpinan seperti ini adalah emosinya. Rata orang seperti ini sangat tidak stabil, kadang bisa tampak sedih dan mengerikan, kadang pula bisa sangat menyenangkan dan bersahabat. Jika saya menjadi pemimpin, Saya akan lebih memilih gaya kepemimpinan demokratis.Karena melalui gaya kepemimpinan seperti ini permasalahan dapat di selesaikan dengan kerjasama antara atasan dan bawahan. Sehingga hubungan atasan dan bawahan bisa terjalin dengan baik.
12.Gaya Kepemimpinan Administratif Gaya kepemimpinan tipe ini terkesan kurang inovatif dan telalu kaku pada aturan. Sikapnya konservatif serta kelihatan sekali takut dalam mengambil resiko dan mereka cenderung mencari aman. Model kepemimpinan seperti ini jika mengacu kepada analisis perubahan yang telah kita bahas sebelumnya, hanya cocok pada situasi Continuation, Routine change, serta Limited change.
 13.Gaya kepemimpinan analitis (Analytical). Dalam gaya kepemimpinan tipe ini, biasanya pembuatan keputusan didasarkan pada proses analisis, terutama analisis logika pada setiap informasi yang diperolehnya. Gaya ini berorientasi pada hasil dan menekankan pada rencana-rencana rinci serta berdimensi jangka panjang. Kepemimpinan model ini sangat mengutamakan logika dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang masuk akal serta kuantitatif.
 14.Gaya kemimpinan asertif (Assertive). Gaya kepemimpinan ini sifatnya lebih agresif dan mempunyai perhatian yang sangat besar pada pengendalian personal dibandingkan dengan gaya kepemimpinan lainnya. Pemimpin tipe asertif lebih terbuka dalam konflik dan kritik. Pengambilan keputusan muncul dari proses argumentasi dengan beberapa sudut pandang sehingga muncul kesimpulan yang memuaskan.

 15.Gaya kepemimpinan entrepreneur. Gaya kepemimpinan ini sangat menaruh perhatian kepada kekuasaan dan hasil akhir serta kurang mengutamakan pada kebutuhan akan kerjasama. Gaya kepemimpinan model ini biasannya selalu mencari pesaing dan menargetkan standar yang tinggi.
16.Gaya Kepemimpinan Visioner Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas. Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu: 1.Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance, encouragement, and motivation.” 2.Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat "relate skillfully" dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran penting terhadap organisasi (investor, dan pelanggan). 3.Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision). 4. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan "ceruk" untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini. Dalam era turbulensi lingkungan seperti sekarang ini, setiap pemimpin harus siap dan dituntut mampu untuk melakukan transformasi terlepas pada gaya kepemimpinan apa yang mereka anut. Pemimpin harus mampu mengelola perubahan, termasuk di dalamnya mengubah budaya organiasi yang tidak lagi kondusif dan produktif. Pemimpin harus mempunyai visi yang tajam, pandai mengelola keragaman dan mendorong terus proses pembelajaran karena dinamika perubahan lingkungan serta persaingan yang semakin ketat.
17.Gaya Kepemimpinan Situasional kepemimpinan situasional adalah “a leadership contingency theory that focuses on followers readiness/maturity”. Inti dari teori kepemimpinan situational adalah bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan berbeda-beda, tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya. Pemahaman fundamen dari teori kepemimpinan situasional adalah tentang tidak adanya gaya kepemimpinan yang terbaik. Kepemimpinan yang efektif adalah bergantung pada relevansi tugas, dan hampir semua pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi gaya kepemimpinan yang tepat. Efektivitas kepemimpinan bukan hanya soal pengaruh terhadap individu dan kelompok tapi bergantung pula terhadap tugas, pekerjaan atau fungsi yang dibutuhkan secara keseluruhan. Jadi pendekatan kepemimpinan situasional fokus pada fenomena kepemimpinan di dalam suatu situasi yang unik. Dari cara pandang ini, seorang pemimpin agar efektif ia harus mampu menyesuaikan gayanya terhadap tuntutan situasi yang berubah-ubah. Teori kepemimpinan situasional bertumpu pada dua konsep fundamental yaitu:tingkat kesiapan/kematanganindividu atau kelompok sebagai pengikut dangaya kepemimpinan.
18.Kepemimpinan (Traits model of ledership)
 Kepemimpinan ini pada tahap awal mencoba meneliti tentangwatak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya:kecerdasan,kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, statussosial ekonomi mereka dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974). Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain. Terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan,.

Sabtu, 17 Juni 2017

perbandingan sejarah organisasi (karang taruna) saat ini dengan perkembangan organisasi dulu



Karang Taruna lahir pada tanggal 26 September 1960 di Kampung Melayu Jakarta, melalui proses Experimental Project Karang Taruna, kerjasama masyarakat Kampung Melayu/ Yayasan Perawatan Anak Yatim (YPAY) dengan Jawatan Pekerjaan Sosial/Departemen Sosial. Pembentukan Karang Taruna dilatar belakangi oleh banyaknya anak-anak yang menyandang masalah sosial antara lain seperti anak yatim, putus sekolah, mencari nafkah membantu orang tua dsb. Masalah tersebut tidak terlepas dari kemiskinan yang dialami sebagian masyarakat kala itu.

MASA KELAHIRANNYA s/d DIMULAINYA PELITA (1960 – 1969)

Tahun 1960–1969 adalah saat awal dimana Bangsa Indonesia mulai melaksanakan pembangunan disegala bidang. Instansi-Instansi Sosial di DKI Jakarta (Jawatan Pekerjaan Sosial/Departemen Sosial) berupaya menumbuhkan Karang Taruna–Karang Taruna baru di kelurahan melalui kegiatan penyuluhan sosial. Pertumbuhan Karang Taruna saat itu terbilang sangat lambat, tahun 1969 baru terbentuk 12 Karang Taruna, hal ini disebabkan peristiwa G 30 S/PKI sehingga pemerintah memprioritaskan berkonsentrasi untuk mewujudkan stabilitas nasional.
 
DIMULAINYA PELITA HINGGA MASUK GBHN (1969 – 1983)
 
Salah satu pihak yang berjasa mengembangkan Karang Taruna adalah Gubernur DKI Jakarta H. Ali Sadikin (1966-1977). Pada saat menjabat Gubernur, Ali Sadikin mengeluarkan kebijakan untuk memberikan subsidi bagi tiap Karang Taruna dan membantu pembangunan Sasana Krida Karang Taruna (SKKT). Selain itu Ali Sadikin juga menginstruksikan Walikota, Camat, Lurah dan Dinas Sosial untuk memfungsikan Karang Taruna.
 
Tahun 1970 Karang Taruna DKI membentuk Mimbar Pengembangan Karang Taruna (MPKT) Kecamatan sebagai sarana komunikasi antar Karang Taruna Kelurahan. Sejak itu perkembangan Karang Taruna mulai terlihat marak, pada Tahun 1975 dilangsungkanlah Musyawarah Kerja Karang Taruna, dan pada moment tersebut Lagu Mars Karang Taruna ciptaan Gunadi Said untuk pertama kalinya dikumandangkan.
 
Tahun 1980 dilangsungkan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Karang Taruna di Malang, Jawa Timur. Dan sebagai tindak lanjutnya, pada tahun 1981 Menteri Sosial mengeluarkan Keputusan tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Karang Taruna dengan Surat Keputusan Nomor. 13/HUK/KEP/I/1981 sehingga Karang Taruna mempunyai landasan hukum yang kuat.
 
Tahun 1982 Lambang Karang Taruna ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sosial RI nomor.65/HUK/KEP/XII/1982, sebagai tindak lanjut hasil Mukernas di Garut tahun 1981. Dalam lambang tercantum tulisan Aditya Karya Mahatva Yodha (artinya: Pejuang yang berkepribadian, berpengetahuan dan terampil)
 
Pada tahun 1983 Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeluarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1983 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang didalamnya menempatkan Karang Taruna sebagai wadah pengembangan generasi muda.
 
MASUK GBHN SAMPAI TERJADINYA KRISIS
 
Tahun 1984 terbentuknya Direktorat Bina Karang Taruna;
Tahun 1984-1987 sejumlah pengurus/aktivis Karang Taruna mengikuti Program Nakasone menyongsong abad 21 ke Jepang dalam rangka menambah dan memperluas wawasan;

Tahun 1985 Menteri Sosial menyatakan sebagai Tahun Penumbuhan Karang Taruna, sedangkan tahun 1987 sebagai Tahun KualitasKarang Taruna;

Karang Taruna Teladan Tahun 1988 berhasil merumuskan: Pola Gerakan Keluarga Berencana Oleh Karang Taruna;

Tahun 1988 Pedoman Dasar Karang Taruna ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sosial RI no. 11/HUK/1988;

Kegiatan Studi Karya Bhakti, Pekan Bhakti dan Porseni Karang Taruna merupakan kegiatan dalam rangka mempererat hubungan antar Karang Taruna dari sejumlah daerah;

Sasana Krida Karang Taruna (SKKT) sebagai sarana tempat Karang Taruna berlatih dibidang-bidang pertanian dan peternakan.

Bulan Bhakti Karang Taruna (BBKT) biasanya diselenggarakan dalam rangka ulang tahun Karang Taruna. Merupakan forum kegiatan bersama antar Karang Taruna dari sejumlah daerah bersama masyarakat setempat, kegiatannya berupa karya bhakti/pengabdian masyarakat;

Tahun 1996 bekerjasama dengan Depnaker diberangkatkan 159 tenaga dari Karang Taruna untuk magang kerja ke Jepang antara 1 s/d 3 tahun, dalam upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang usaha;

Pelibatan Karang Taruna dalam kesehatan reproduksi remaja diadakan agar Karang Taruna dapat berperan sebagai wahana Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) bagi remaja warga karang Taruna;

KARANG TARUNA DALAM SITUASI KRISIS (1997 – 2004)

Krisis moneter yang terjadi tahun 1997 berkembang menjadi krisis ekonomi, yang dengan cepat menjadi krisis multidimensi. Imbas dari krisis tersebut tak urung juga berdampak pada lambannya perkembangan Karang Taruna. Puncaknya pada saat pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid membubarkan Departemen Sosial, Karang Taruna pada umumnya mengalami stagnasi, bahkan mati suri. Konsolidasi organisasi terganggu ,aktivitas terhambat dan menurun bahkan cenderung terhenti. Hal tersebut menyebabkan Klasifikasi Karang Taruna menurun walaupun masih ada Karang Taruna yang tetap eksis.
 
Tahun 2001 Temu Karya Nasional Karang Taruna dilaksanakan di Medan., Sumatera Utara. Hasilnya antara lain menambah nama Karang Taruna menjadi Karang Taruna Indonesia, memilih Ketua Umum Pengurus Nasional KTI, serta menyusun Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga KTI. Hasil TKN tersebut memperoleh tanggapan yang berbeda-beda dari daerah.
 
PERKEMBANGAN KARANG TARUNA TAHUN 2005 HINGGA SEKARANG
 
Banten merupakan salah satu Provinsi yang ikut menorehkan sejarah ke-Karang Taruna-an. Pada tanggal 9-12 April 2005 digelar Temu Karya Nasional V Karang Taruna Indonesia (TKN V KTI) di Propinsi Banten. Beberapa hal yang dihasilkan pada TKN V tersebut antara lain:
 
1. Pemilihan Pengurus Nasional Karang Taruna (PNKT) periode 2005 – 2010;
2. Perubahan nama KTI menjadi Karang Taruna;
3. Merekomendasikan Pedoman Dasar Karang Taruna yang baru yang akan ditetapkan oleh MENSOS RI.

Pada tanggal 29 Juni - 1 Juli 2005 diselenggaran Rapat Kerja Nasional Karang Taruna (Rakernas Karang Taruna) di Jakarta dalam rangka menyusun program kerja. Pada tahun yang sama, Menteri Sosial mengeluarkan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna (pengganti Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 11/HUK/1988), sebagai tindak lanjut rekomendasi Temu Karya Nasional V di Banten. dan pada tanggal 23 – 27 September 2005 diselenggarakan BBKT dan SKBKT di Propinsi DIY dengan peserta lebih kurang 3.000 orang terdiri dari anggota dan pengurus Karang Taruna dari seluruh wilayah Indonesia.
 
Pengakuan dan Perhatian para penentu kebijakan di negeri ini terhadap keberadaan Karang Taruna dibuktikan dengan masuknya nama Karang Taruna dalam beberapa regulasi atau perundang-undangan. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Permendagri No. 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan, PP No. 72 & 73 tentang Desa dan Kelurahan serta UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial adalah beberapa produk hukum yang didalamnya menempatkan Karang Taruna dengan segala peran dan fungsinya.

Tipe-Tipe Kepemimpinan

Tipe- Tipe Kepemimpinan
1) Tipe pemimpin Otokratis
Yaitu seorang pemimpin yang otokratis adalah seorang pemimpin yang:
• Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
• Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
• Menganggap bawahan sebagai alat semata- mata
• Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat
• Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya
• Dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum)
2) Tipe Militeristis
Yaitu seorang pemimpin yang bertipe militeristis adalah seorang pemimpin yang memiliki sifat- sifat:
• Sering mempergunakan sistem perintah dalam menggerakkan bawahannya
• Senang bergantung pada pangkat dan jabatan dalam menggerakkan bawahannya
• Senang kepada formalitas yang berlebih- lebihan
• Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan
• Sukar menerima kritikkan dari bawahan
• Menggemari upacara- upacara untuk berbagai acara dan keadaan
3) Tipe Paternalistis
Yaitu seorang pemimpin yang:
• Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa
• Bersikap terlalu melindungi
• Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan dan inisiatif
• Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya.
• Sering bersikap maha tahu
4) Tipe Kharismatis
Hingga kini para pakar belum berhasil menemukan sebab- sebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma, yang diketahui adalah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seorang menjadi pemimpin yang kharismatis, maka sering dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers).
5) Tipe Laissez Faire
Yaitu seorang yang bersifat:
• Dalam memimpin organisasi biasanya mempunyai sikap yang permisif, dalam arti bahwa para anggota organisasi boleh saja bertindak sesuai dengan keyakinan dan hati nurani, asal kepentingan bersama tetap terjaga dan tujuan organisai tetap tercapai.
• Organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang- orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran yang dicapai, dan tugas yang harus dilaksanakan oleh masing- masing anggota.
• Seorang pemimpin yang tidak terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan organisasional.
• Seorang pemimpin yang memiliki peranan pasif dan membiarkan organisasi berjalan dengan sendirinya
6) Tipe Demokratis
Yaitu tipe yang bersifat:
• Dalam proses penggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia adalah makhluk termulia di dunia
• Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya
• Senang menerima saran, pendapat bahkan kritik dari bawahannya
• Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses dari padanya.
• Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim dalam usaha mencapai tujuan
• Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin
• Para bawahannya dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib sendiri melalui peran sertanya dalam proses pengambilan keputusan.

sejarah perkembangan organisasi (karang taruna)



Pengertian Karang Taruna
Karang Taruna adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/ kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial.
Sejarah Berdirinya Karang Taruna           
Karang Taruna lahir pada tanggal 26 September 1980 di Kampung Melayu, Jakarta. Kelahiran gerakan ini merupakan perwujudan semangat kepedulian generasi muda untuk turut mencegah dan menanggulangi masalah kesejahteraan sosial masyarakat, terutama yang dihadapi anak dan remaja di lingkungannya.
Kepedulian tersebut diwujudkan dalam bentuk kegiatan – kegiatan pengisian waktu luang yang positif seperti rekreasi, olah raga, kesenian, kepanduan, pengajian dan lain – lain bagi anak – anak yatim, putus sekolah, tidak sekolah, yang berkeliaran, main kartu dan lain – lain yang pada umumnya berasal dari keluarga miskin.
Dalam perjalanannya, Karang Taruna mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik jumlah maupun program kegiatannya. Hingga saat ini Karang taruna tumbuh di setiap kelurahan dan desa di wilayah Indonesia.

Program Karang Taruna yang diawali dengan kegiatan pengisian waktu luang, bertambah dan berkembang dengan kegiatan – kegiatan:
 Ekonomis produktif yang membantu membuka lapangan kerja/ usaha bagi warga Karang Taruna yang menganggur atau putus sekolah.
 Pelayanan sosial bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), seperti anak terlantar, penyandang cacat, keluarga miskin, dan lain sebagainya.
Partisipasi aktif dan praktis yang mendukung program – program pembangunan di desa/ kelurahan masing – masing termasuk program dari berbagai instansi.
Pengembangan potensi generasi muda Warga Karang Taruna dalam rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), dan lain – lain.
Sejalan dengan perkembangan Karang Taruna yang mampu memberikan peran dan kontribusi dalam pembangunan di wilayah,Karang Taruna memiliki landasan hukum yang memperkuat keberadaannya di masyarakat, yaitu:
Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 13/HUK/KEP/1981 tentang Susunan Oganisasi dan Tata Kerja Karang Taruna;
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 yang menetapkan Karang Taruna sebagai salah satu wadah pengembangan generasi muda, disamping OSIS, KNPI, Pramuka, dan lain – lain;
Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 77/HUK/2010 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna.
Situasi krisis yang dihadapi bangsa Indonesia mulai tahun 1997, turut memberikan dampak bagi menurunnya dan bahkan terhentinya aktivitas sebagian besar Karang Taruna. Meskipun demikian, masih cukup banyak Karang Taruna yang tetap eksis menyelenggarakan berbagai kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya masing – masing. Hal itu setidaknya menunjukkan bahwa Karang Taruna cukup mengakar di tengah – tengah masyarakat.
Di samping itu, gerakan reformasi yang timbul dalam situasi krisis, sempat pula membuat adanya dua pedoman dasar Karang Taruna. Masing – masing Pedoman Dasar Karang Taruna ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sosial dan Pedoman Dasar karang Taruna Indonesia sebagai hasil Temu Karya Nasional IV tahun 2001 di  Medan. Hal itu membuat pemahaman tentang Karang Taruna di kalangan Karang Taruna itu sendiri berbeda – beda dan jika terus berlanjut akan kurang menguntungkan bagi perkembangan Karang Taruna ke depan.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Taruna, diharapkan tidak terjadi lagi persepsi atau pemahaman yang berbeda – beda tentang Karang Taruna, artinya bahwa pemahaman tentang Karang Taruna mengacu kepada Peraturan Menteri Sosial tersebut. Peraturan tersebut sendiri lahir sebagai rekomendasi dari hasil – hasil Temu Karya Nasional V Karang Taruna di Provinsi Banten Tahun 2005, yang merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi Warga Karang Taruna di tingkat nasional, sehingga Pemensos RI No. 83/HUK/2005 teap menjunjung tinggi perinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat Warga Karang Taruna.